Perceraian sering kali menjadi jalan terakhir dalam pernikahan yang tidak bisa dipertahankan.
Namun, ketika ikatan suci itu terputus, bukan berarti seluruh tanggung jawab suami terhadap mantan istri ikut selesai begitu saja. Salah satu kewajiban yang masih harus ditunaikan adalah memberikan nafkah mutah.
Mungkin Anda bertanya-tanya, apa itu nafkah mutah? Dan berapa sebenarnya besaran yang harus dibayar oleh pihak suami?
Artikel ini akan membahasnya dengan ringan dan mudah dipahami, terutama jika Anda sedang menghadapi proses perceraian atau sekadar ingin tahu soal hak dan kewajiban dalam rumah tangga.
Apa Itu Nafkah Mutah?
Nafkah mutah adalah pemberian dari suami kepada istri yang diceraikan, sebagai bentuk penghargaan atas hubungan rumah tangga yang telah dijalani bersama.
Pemberian ini bersifat wajib, terutama jika perceraian terjadi bukan karena kesalahan di pihak istri. Dalam Islam, nafkah mutah menjadi salah satu bentuk penyelesaian yang adil ketika pasangan berpisah.
Pemberian ini bertujuan untuk meringankan beban istri yang mungkin terdampak secara psikologis dan ekonomi akibat perceraian.
Berapa Besar Nafkah Mutah?
Tidak ada angka pasti soal nominal nafkah mutah yang harus diberikan. Besaran mutah ini tergantung pada kemampuan finansial suami dan kondisi ekonomi istri.
Namun, sebagai gambaran, beberapa hakim biasanya memutuskan nafkah mutah dalam bentuk uang tunai dengan nominal yang setara tiga kali penghasilan bulanan suami.
Misalnya, jika penghasilan suami per bulan Rp5 juta, maka nafkah mutah bisa ditetapkan sekitar Rp15 juta.
Namun, jumlah ini bisa lebih besar atau lebih kecil tergantung pertimbangan hakim dan kesepakatan kedua belah pihak.
Perbedaan Nafkah Mutah dan Nafkah Iddah
Nafkah mutah kerap disamakan dengan nafkah iddah, padahal keduanya berbeda. Nafkah mutah adalah bentuk penghargaan kepada mantan istri.
Sedangkan nafkah iddah diberikan selama masa tunggu istri setelah perceraian, biasanya selama tiga kali masa haid atau 90 hari bagi wanita yang tidak haid.
Nafkah iddah lebih mengacu pada kebutuhan hidup sehari-hari selama masa tunggu, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Kapan Nafkah Mutah Harus Diberikan?
Nafkah mutah idealnya diberikan setelah putusan cerai memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Namun, dalam banyak kasus, hakim sudah mencantumkan besaran nafkah mutah dalam putusan cerai, sehingga suami wajib membayarkannya dalam jangka waktu yang ditentukan pengadilan.
Bagaimana Jika Suami Menolak Memberi Nafkah Mutah?
Jika mantan suami enggan atau menolak memberikan nafkah mutah yang sudah diputuskan pengadilan, Anda dapat mengajukan eksekusi melalui pengadilan agama tempat putusan itu dikeluarkan.
Pihak pengadilan bisa memanggil mantan suami dan memintanya memenuhi kewajibannya.
Mengapa Nafkah Mutah Penting?
Bagi Anda para perempuan, mengetahui hak atas nafkah mutah bukan sekadar soal materi. Ini tentang keadilan dan penghargaan terhadap peran Anda dalam rumah tangga.
Perceraian seharusnya tidak menghapus segala bentuk penghargaan yang sudah Anda berikan selama menjalani pernikahan.
Sebaliknya, bagi para suami, memenuhi nafkah mutah adalah wujud tanggung jawab dan penghormatan atas mantan pasangan, sekaligus menutup proses perceraian dengan baik dan beretika.
Berbagi dengan Mudah
Bagi Anda yang ingin menyalurkan donasi untuk mendukung para perempuan atau lansia terdampak secara sosial, Anda dapat melakukannya via Yayasan Rintisan Amal Bunda.
Anda bisa melalui rekening BSI 7166633375 atas nama LKS Yayasan Rintisan Amal Bunda. Informasi lebih lanjut bisa Anda peroleh melalui nomor 0813-8894-2720.
Kesimpulan
Perceraian memang bukan hal mudah. Tapi, menjalani prosesnya dengan pemahaman yang tepat bisa membantu Anda tetap berdiri tegak. Nafkah mutah menjadi salah satu hak yang tidak boleh diabaikan.
Maka dari itu, penting bagi setiap pasangan untuk memahami ketentuan dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab.***